SK MENKUMHAN NO. AHU : 0012865.AH.01.07 TAHUN , TANGGAL 31 AGUSTUS 2017

UPACARA PROKLAMASI KEMERDEKAAN R1 TAHUN 2014, DI TENGAH TAMBAK YANG TERKENA ABRASI PANTAI

BIOTA FOUNDATION, Pada hari Minggu, Tanggal 17 Agustus 2014 Jam 09.00 s/d 10.00 WIB. dan Dalam Rangka Memperingati Hari Ulang Tahun ke-69 Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2014

KEGIATAN TABUR BENIH IKAN BANDENG DI PERAIRAN PANTAI MANGUNHARJO TUGU BERSAMA GUBERNUR JATENG DAN WALIKOTA SEMARANG

BIOTA FOUNDATION : Pada hari rabu, tanggal 2 Juli 2014 Gubernur Jawa Tengah dan Walikota Semarang menabur 32 Ribu ekor bibit Bandeng di wilayah Perairan Pantai Mangunharjo Kecamatan Tugu Kota Semarang. Penaburan 32

Abrasi Matikan 166 Hektare Tambak

BIOTA FOUNDATION, Ganasnya abrasi pantai di Pesisir Mangunharjo Kecamatan Tugu Kota Semarang menyebabkan 166 hektare tambak dikawasan tersebut tidak beroperasi, dari 236 hektare tambak yang masih produktif tinggal 95 hektare, sedangkan ratusan hektare tambak lainnya sudah mati,.

Kerusakan Mangrove di Kecamatan Tugu Kota Semarang

BIOTA FOUNDATION, pada Selasa tanggal 6 Maret 2012 Mulai jam 08.00 s/d 12.00 WIB, telah melakukan kegiatan pengechekan ke lapangan di pesisir pantai Mangkang Kulon, Mangunharjo, Mangkang Wetan dan Randu Garut Kecamatan Tugu Kota Semarang telah ditemukan beberapa spesies mangrove yang mati alias meninggal dunia di tengah laut dan pematang tambak. .

Pengadaan Benih Untuk Persemaian Mangrove

Benih yang dibutuhkan dari masing-masing benih benar-benar matang dan berkualitas bagus, musim pengumpulan benih yang berdasarkan fenologi masing-masing spesies merupakan masa puncak produksi cara pengumpulan benih dengan mengambil biji/buah atau mengumpulkan dari jatuhan.

Jumat, Desember 25, 2015

KELOMPOK TANI (POKTAN) TIDAK DAPAT DANA HIBAH

INFOMARSI PETANI :   Kelompok tani (poktan) di Kab Temanggung terancam tidak mendapatkan hibah dari program Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) 2016. Hal itu karena status mereka saat ini belum berbadan hukum minimal dalam waktu tiga tahun.
Kepala Dinas Pertanian,                                             
  
Perrkebunan dan Kehutanan (Distanbunhut),Masrikh Amin, belum lama ini mengatakan, saat ini baru sebagian kelompok taniyang telah memiliki badan hukum dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) itu, dan sebagian lagi belum berbadan hukum.
‘’Sebagian kelompok tani itu telah berbadan hukum atau tengah mengurusnya. Meski demikian, status badan hukum itu belum ada tiga tahun, sehingga tetap saja belum memenuhi syarat untuk menerima hibah,’’jelasnya.
Sebagaimana ketentuan UU Nomor 23/2014 tentang pemda, syarat sebuah lembaga atau organisasi masyarakat yang dapat menerima hibah dari pemerintah, adalah mereka telah berbadan hukum minimal tiga tahun.
Masrikh mengungkapkan, untuk sebagian lagi Poktan di Kab Temanggung saat ini belum
mengurus badan hukum. Mereka masih enggan mengurusnya, karena biaya pengurusan badan hukum tersebut dinilai mahal dan kurang sebanding dengan nilai hibah yang akan diterimanya.
‘’Menurut informasi, untuk mengurus badan hukumitu biayanya bisa mencapai Rp 2 juta lebih, sedangkan misalnya mereka menerimahibah berupa alat penyemprot obat-obatan tanaman, nilainya hanya Rp 1 juta,’’tuturnya.
Selain itu, syarat waktu selama tiga tahun berbadan hukum agar dapat menerima hibah itu juga dinilai memberatkan. Sebab,kalau pun saat ini telah berbadan hukun, kelompok tani tersebut harus menunggu tiga tahun lagi agar dapat memenuhi syarat menerima hibah dari pemerintah.
‘’Saat ini, kami dan kelompok-kelompok tani itu juga masih menunggu adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri, yang kabarnya akan diterbitkan untuk lebih menyederhanakan syarat bagi penerima hibah tersebut,’’ujarnya.
Kabag Hukum Setda, Widiatmoko mengungkapkan, hasil konsultasi pihaknya ke Kemendagri diketahui, kementerian tersebut berencana untuk menerbitkan peraturan baru, yang isinya antara lain, status badan hukum penerima hibah tidak harus telah melekat selamatiga tahun.
‘’Meski demikian, sampai dengan saat ini,peraturan dari Kemendagri dimaksud belum terbit, sehingga yang berlaku tetapketentuan seperti dalam UU Nomor 23 tahun 2014 itu,’’ujarnya.
Adapun dana hibah DBHCHT yang rencananya untuk bantuan ke kelompok-kelompok tani itu total besarnya hampir Rp 1 miliar.

KOMISI VIII DPRI KUNJUNGI LOKASI ABRASI DESA SRIWULAN DEMAK


PENDAMPINGAN  - Rombongan anggota Komisi VIII DPR RI yang menbidangi BPNB yang dipimpin oleh Ibu Hj. Ledia Hanifa Amaliah (Wakil Ketua Komisi VIII) bersama DPRD Provinsi Jateng melakukan kunjungan kerja di kawasan wilayah pesisir terdampak abrasi yakni di Desa Sriwulan, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Selasa (22/12/2015) pagi.
Usai berdialog dengan pihak desa di Balai Desa Sriwulan, yang di paparkan oleh Zamroni (Kades Sriwulan) keberadaan abrasi yang telah secara nyata merusak infrastruktur di wilayahnya kurang lebih 310 ha wilayahnya tergenang rob akibat air pasang. Abrasi secara tak langsung juga telah mengakibatkan satu per satu warga pergi meninggalkan kampung halamannya itu. mereka lantas mengecek kondisi desa di lokasi paling ujung utara Desa Sriwulan yakni Dukuh Nyangkringan. Pada kesempatan ini, para wakil rakyat harus rela bersusah payah menuju lokasi yang berjarak sekitar 3 kilometer dari Balai Desa.
Mereka menumpang mobil Jeep dari BNPB maupun mobil Jeep dari Kepolisian lantaran kondisi infrastruktur yang tidak memungkinkan untuk dilalui kendaraan biasa. Ya.. akses jalan yang masih berupa tanah liat tersebut menjadi rusak parah akibat diguyur hujan.

" Kondisi wilayah di Kecamatan Sayung yang terdampak abrasi sangat memprihatinkan. Ini menjadi tugas bersama untuk menyelesaikannya. Jalannya rusak parah, " kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Hj. Ledia Hanifa Amaliyah (Sebagai Ketua Rombongan) saat tiba di Dukuh Nyangkringan.
Hj. Ledia mengaku prihatin terhadap kondisi yang terjadi di Dukuh Nyangringan. Beberapa rumah nampak kosong tak berpenghuni akibat rusak tergerus abrasi. Bahkan jalan Kabupaten serta perkampungan setempat sudah hilang tenggelam dihajar ganasnya abrasi.
" Ini sangat menyedihkan karena sudah 15 tahun belum ada tindakan komprehensif. Butuh biaya besar untuk mengatasi permasalahan abrasi di Sayung. Harus ada sinergi antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten. Kalau cuma pemprov dan pemkab, jelas tidak bisa mengatasi, " jelas Hj. Ledia.

Menurut Hj. Ledia, perlu dilakukan kajian yang matang untuk mengatasi persoalan abrasi di Desa Sriwulan Sayung. Pihak profesional di bidangnya harus dilibatkan. Jangan sampai hanya sebatas menyelesaikan persoalan fisik. Dampak sosial dan ekonomi akibat abrasi juga harus diperhatikan.
" Perealisasian sabuk pantai untuk mengatasi abrasi di Sayung harus dikaji lagi. Karena berkaca dengan sabuk pantai yang ada di semarang, kenyataannya justru malah berdampak ke daerah lain, " kata Hj. Ledia. (*)